DAGING
DAGING
“malam apa sekarang?”
“malam rabu”
“bukan, maksudku apakah ini malam
purnama?”
“dalam kalender bulan, biasanya
terjadi di hari ke 14 atau ke- 15. Sekarang malam tanggal 15. Mungkin sedang
purnama. Mau melihatnya?”
“mau menemaniku minum sembari
melihat bulan?”
“aku tidak bisa menolak ajakan
seorang janda baik hati”
“persetan”
….
“purnama yang cacat”
“kenapa tidak kau gunakan bahasa
“hamper semuprna”?
“aku lebih suka melihat
kekurangannya, itu membuatku jadi lebih realistis”
“realistis? Bukankah kau suka
membaca novel?”
“yah, tapi aku tidak pernah
memiliki keinginan untuk hidup seperti dalam novel. Penuh dramatisir, percaya
pada harapan yang kurang masuk akal, semesta yang kadang membantu, ah semua itu
hanya ada dalam novel. Dunia ini tidak diatur oleh sutradara, jika kau lapar
kau harus mencari pekerjaan agar kau bisa mendapatkan uang, tidak pernah
terjadi bahwa tiba-tiba orang datang kepadamu dan memberikanmu makanan”
“bukankah itu terlalu sinis?”
“oh, aku lupa bahwa kau masih
anak-anak”
“dan perjaka”
“dan perjaka! Itu merupakan tanda
ketidak-matangan seorang laki-laki”
“bisa kau jelaskan?”
“lihatlah, umurmu sekarang
mungkin 24 atau 25?”
“25”
“ya ampun”
“bukankah itu usia yang matang?”
“tidak, dasar bodoh. Kematangan
tidak melihat usia, tapi kebanyakan orang tidak matang di usia itu. Kau
sekarang bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliahmu. Apakah kau berpikir kau
sudah dewasa?”
“kurasa, mungkin masih dalam proses”
“proses! Kedewasaan adalah
proses! Yah, itu berkembang seiring bertambahnya usia dan pengalaman”
“aku bisa sepakat dengan itu”
“apakah menurutmu, aku cantik?”
“selain karena kau seorang
Wanita, kau memang cantik. Maksudku bentuk wajahmu cukup diidamkan oleh Wanita
lain. Bukankah itu yang membuatmu terlihat cantik?”
“haha, aku baru terpikirkan.
Jadi, kecantikan itu karena orang lain iri dengan wajahku. Ternyata kau cukup
realistis”
“kau belum menjelaskan sesuatu”
“oh maaf. Begini, di usiaku yang
31 tahun ini seorang perjaka, akademisi sekaligus pekerja paruh waktu masih
mengatakan bahwa aku ini cantik. Apakah seorang laki-laki mampu untuk
meninggalkanku?”
“seharusnya tidak bila dengan
kecantikan itu, tapi kenyataannya kau seorang janda”
“yah, aku janda! Aku ditinggalkan
oleh seorang laki-laki”
“aku sedikit mengerti”
“laki-laki yang bersamaku dulu
selalu memuji kecantikanku setiap hari sampai aku benar-benar bosan dan hanya
bisa merespon dengan senyum. Ketika aku mengandung untuk yang pertama kali, aku
mengalami keguguran. Hal itu membuatku sedih, tapi yang lebih menyedihkan adalah
segalanya seolah menyalahkanku”
“karena kau seorang wanita?”
“tidak, bodoh. Tidak semua
diskriminasi berbasis gender terutama dalam rumah tangga, beberapa feminis itu
terkadang hanya membesar-besarkan masalah saja”
“lucu mendengar pernyataan itu
keluar dari seorang mulut Wanita”
“oh, ayolah kita tidak sedang
membahas itu”
“ok, maaf”
“kau ingat bahwa bahwa laki-laki
itu sering memuji kecantikanku kan, ketika usia kandunganku 4 bulan, segala
perhatian laki-laki itu berpindah pada cabang bayi yang ku kandung. Iri dan
rindu rasanya dengan pujian-pujian dan perhatian itu”
“jangan bilang kalau kau…”
“aku tidak gila, beberapa Wanita
juga mengalami kecemburuan itu. Aku keguguran karena kecelakaan yang kualami
bersama dengan mantan suamiku”
“kecelakaan lalu lintas?”
“yah, ia yang mengemudi dan panik
karena aku mengalami pendarahan, entah karena apa”
“karena kepanikan itu, suamimu
tidak bisa mengemudi dengan baik”
“benar sekali, dan kecelakaan itu
menambah kondisi kandunganku semakin buruk”
“tapi kemudian kaulah yang disalahkan”
“yah, karena aku yang mengandung,
bukan karena aku seorang Wanita”
“tapi hanya Wanita yang
mengandung”
“yah, ku bilang jangan membawa
itu ke ranah gender. itu hanya mantan suamiku saja yang tolol, serta keluarga
besarnya!”
“umpatan yang bagus”
“yah, seperti itulah menjadi
dewasa. Ketika keadaan menjadi tidak benar kau selalu akan mencari orang lain
untuk kau salahkan, bukan untuk membuat suasana menjadi benar tapi hanya agar
dirimu menjadi lebih baik”
“aku tidak pernah menyadari itu”
“hal sepele seperti ketika kau
mencaci maki seseorang, sebenarnya bukan karena perasaan benci tapi agar kau
merasa lebih baik dan merasa lebih berguna saja. Hal itu memang kurang disadari
manusia”
“apa yang terjadi setelah kau
keguguran?”
“kau tertarik dengan kehidupan
seorang janda?”
“oh, ayolah aku sedang
mendengarkan cerita”
“haha, di sini mulai dingin,
purnama juga sudah mulai bergeser. Bagaimana kalau kita menghangatkan badan?”
“kau pulanglah dulu, aku akan
membeli minuman lagi. Kau ingin sesuatu?”
“pergilah, belikanku kondom”
“hah?”
……
“lama sekali?”
“aku menunggu swalayan sepi untuk
membeli kondom”
“haha”
“astaga, kau benar-benar
mengerjaiku”
“kau benar-benar membelinya? Apa
yang kau harapkan dariku? Haha!”
“janda brengsek”
“sudahlah kemarikan kondom itu”
“bisakah kau tak perlu
menyebutkan barang itu? Aku malu sendiri mendengarnya”
“haha, itulah ciri khas seorang
perjaka. Kau benar-benar perjaka. Haha!”
“bisa kau hentikan tertawamu
itu?”
“maaf, kau beli anggur?”
“aku bisa mati dicekik bila aku
tak membeli anggur untukmu. Nih”
“terima kasih. Aku tidak jahat.
Bagaimana kalau kita minum dalam satu gelas?”
“aku tidak keberatan”
“jadi, sampai mana ceritaku
tadi?”
“setelah kau keguguran”
“oh iya, hal yang paling pertama
ku ingat adalah aku tidak pulang ke rumah setelah dari rumah sakit”
“kau kabur?”
“tidak, aku pulang dengan mantan
suamiku, tapi rasanya rumah itu berubah menjadi neraka. Tempat itu jadi seperti
untuk mengeksekusi seorang pendosa”
“sepertinya kau mulai menjalani
kehidupan yang berat”
“yah, setelah aku tidak lagi
menerima puji-pujian, kini yang ku dapatkan hanyakah caci maki dari mantan
suami, dari mantan mertua bahkan keluarganya cenderung memandangku dengan
tatapan jijik”
“pasti sulit rasanya berada di
suatu tempat di mana semua orang tidak ada yang menginginkanmu”
“begitulah, dan kemudian aku
memutuskan untuk bercerai”
“tunggu, kau bilang kau dua kali
mengandung”
“benar, ketika kau meminta
bercerai, mantan suamiku mencegah dan meminta maaf lalu berusaha untuk
memperbaiki hubungannya denganku, dan kami pun kembali mencobanya”
“lalu hubungan kalian kembali
harmonis?”
“hanya hubunganku dengan mantan
suamiku. Keluarganya tetap memandangku menjijikan, mungkin selain karena
“kesalahanku” yang telah keguguran, mereka juga iri dengan kecantikanku ini
yang membuat rasa marah mereka cukup besar”
“kau pintar membuat analisa”
“aku juga seorang akademisi sama
sepetimu dulu, dan aku juga membaca feminism”
“ku kira mereka akan cenderung
menyalahkan diskriminasi gender?”
“pada dasarnya banyak
permasalahan yang dasarnya bukan gender, tapi orang-orang yang hanya setengah
membaca membawanya ke ranah gender. itu seperti waktu kau kecil, kau memukul
temanmu hingga menangis dan yang terjadi adalah permusuhan antara keluarga”
“analogi yang menarik”
“mau tambah?”
“aku sudah agak pusing, tunggu,
bukankah kau sudah mabuk? Wajahmu merah sekali”
“aku masih dalam keadaan sadar
dan menjawab segala pertanyaanmu dengan benar. Bisa tolong kunci pintunya, kau
juga sebaiknya tidurlah di sini, sudah sangat larut”
“pintunya sudah ku kunci, tapi
apakah boleh aku tidur di sini?”
“tentu saja”
“aku baru ingin bertanya”
“apa?”
“kenapa kau tak pakai bh?”
“oh, maaf. Apakah payudaraku
mengganggu?”
“yah kau tahu, mengendalikan
Hasrat itu sulit”
“aku memang hendak tidur, tidak
baik tidur dengan posisi bh masih terpasang”
“itu aku paham, masalahnya untuk
apa kau pakai kaos yang transparan seperti itu?”
“oh, aku tidak tahu kau punya
mata setajam itu”
“oh ayolah”
“haha, tidurlah, ada masih punya
Kasur tipis. Kau boleh tidur di samping kasurku”
“baiklah”
……
“kau belum tidur?”
“belum”
“kenapa?”
“aku gusar”
“pasti adrenalinmu sedang
menggebu”
“kau tahu itu”
“yah, aku juga tahu apa yang
sedang kau bayangkan”
“aku mencoba mengenyahkannya”
“boleh aku bertanya satu hal?”
“apa itu?”
“sampai kapan kau ingin menjadi
seorang perjaka”
“apakah aku harus menjawabnya?”
“apakah tidak menarik jika
seorang janda yang merebut keperjakaanmu?”
“jangan membuat candaan seperti
itu”
“pindahlah ke kasurku”
“kau yakin?”
“kau yang tidak yakin?”
“entahlah, aku benar-benar gusar.
Mungkin anggur tadi menaikkan rangsangan”
“aku memang sengaja memintamu
membelikan anggur dan kondom”
“……….”
“sudah lama rasanya aku tidak
meraskan sentuhan surga”
“sekarang kau sedang meracau”
“aku serius, kemarilah”
“………sekali lagi, kau yakin?”
“yaah tidurlah di sampingku”
“……..baaaiklah…..”
“akhirnya!”
“hei kenapa kau bangun dan
mendudukiku?”
“berhentilah bertanya!”
“…………”
“kau ingin lihat buah surga?”
“………iiya………”
“apakah kau ingin ke surga?”
“……iiyaaa……”
…….
“wah ini lezat sekali!”
“benar-benar kenikmatan surga!”
“kau benar-benar mahir, aku harus
berkali-kali memberimu pujian”
“kalian tahu? Ini adalah daging
seorang perjaka. Haha!”
“wah, kau selalu mendapatkan
daging yang berkualitas!”
“kali ini tri kapa yang kau
gunakan?”
“aku hanya mengarang cerita
seorang janda, haha! Bodoh sekali! Manusia memang bodoh sekali!”
“manusia bodoh
itu mudah bersimpati dengan kesedihan sekaligus makhluk yang selalu terangsang!
Haha! Dasar makhluk menjijikan! Haha”
(End)
Komentar
Posting Komentar