UNGKAP

selagi kata-kata masih bisa menyapa kedua matanya yang terbuka

jangan biarkan mulut terkunci memenjarakan rasa

kita bukan pemilik waktu, bukan pemilik usia

setiap kali ia melempar tanya, katakan saja sejujurnya


    Matahari tengah terik memandikan bumi dengan cahaya hangat, menyapa setiap penduduk bumi yang lupa diri. seorang pria tua tengah duduk di suatu makam dengan hikmat dan wajah yang cerah. pria tua dengan topi koboi berwarna cokelat dan baju kemeja merah menyala, sama sekali tidak menampakkan suasana duka dari tampilannya. seorang wanita dengan pakaian serba hitam mendekati pria tua itu karena merasa heran, ia serta merta memayungi pria tua karena melihat cuaca yang terik. saat sadar bahwa seseorang berdiri di belakanganya, si pria tua pun menoleh gugup.

"ah, terima kasih nona" kata pria tua

"apa aku mengganggu ziarahmu?" tanya si wanita

"tidak, ah sebenarnya aku tidak sedang berziarah"

"yah, pakaianmu bisa menjelaskan itu, pak"

"ah yah, mungkin sedikit aneh menggunakan pakaian trendy dan pergi ke pemakaman" 

"oh, aku tidak berpikir aneh. hanya saja melihatmu mengingatkanku pada ayahku. ia sering nyeleneh terlebih soal berpenampilan"

"oh, haha. mungkin kah aku kembaran ayahmu? aku jadi ingin minum bir dengannya bila ada kesempatan"

"maaf sekali pak, ayahku sudah meninggal bulan lalu"

"oh maaf, aku turut menyesal" 

"tidak apa, pak. aku tengah mengunjungi makamnya dan tak sengaja melihat anda. benar-benar terasa seperti, ayah"

"oh, mungkinkah aku reinkarnasi? atau aku sebenarnya arwah?" tanya pak tua sembari bergurau

"maaf, boleh aku bertanya siapa yang anda kunjungi?"

"ah, ini istriku, Diana. ia meninggal dalam damai 6 tahun lalu. dia sudah menemaniku selama 44 tahun" 

    saat tengah bercerita, pria tua ini tiba-tiba tertegun dan merasa dirinya kurang sopan

"oh, maaf sekali aku jadi bercerita hal yang tidak perlu dan menyita waktumu, nona." kata pria tua

"aku tidak keberatan, untuk mendengar cerita anda, pak..?" mata sang wanita seolah memberi tanda pada pria tua untuk memberi tahu namanya

"Jack. kau bisa memanggilku Jack"

"aku Nancy. bolehkah kita mengobrol sebentar, Jack?"

"ah, yah aku sudah selesai dengan ritual ku. mari, nona kita ke bangku itu"

    Nancy dan Jack akhirnya pergi ke sebuah bangku yang masih berada dalam lingkungan pemakaman. Nancy merasa sangat ingin mendengarkan cerita Jack. pada dasarnya, kerinduan Nancy pada ayahnya mmebuatnya ingin berlama-lama dengan Jack dan sebagai seorang psikolog, Nancy menyadari bahwa Jack butuh seseorang yang mendengarnya karena ada banyak yang ingin diceritakan.

"jadi, kau berkunjung ke pemakaman untuk bercerita, setiap bulan? bukankah itu sesuatu yang romantis. Diana pasti sangat mencintaimu mu Jack, aku yakin kalian sangat mencintai"

"kami memang saling mencintai. tapi cinta kami tidak berjalan lancar. saling mencintai bukan berarti membuat segala hal menjadi mudah" jawab Jack

"boleh aku mendengar lebih banyak, Jack?"

"cerita ini tidak terlalu panjang. aku menikahi Diana di usia 20 tahun, saat itu usianya baru 18 tahun. kami sudah saling mengenal sejak di senior high school. meski ia adik kelas ku, ia cukup dewasa. pikirannya benar-benar matang. ia benar-benar membuatku jadi seperti anak kecil"

    sembari mengangkat wajahnya ke udara, Jack tanpa terasa meneteskan air mata mengingat kembali kisah percintaanya dengan mendiang Diana

"apakah ini akan menyakitkan bila diteruskan, Jack?" tanya Nancy yang mulai merasa cemas

"ah, ya. tapi aku akan langsung bercerita tentang bagaimana ia benar-benar menjadi ruh yang menghidupkanku" jawab Jack, sembari menghela nafas panjang, ia melanjutkan "aku adalah orang yang sangat sulit untuk mengungkapkan perasaanku, apapun itu. aku lebih memilih untuk menerima apapun yang tersedia di hadapanku"

"bukankah hal itu bisa menyulitkan hubungan? apalagi jika berlangsung sampai kalian menikah"

"sampai kami menikah, yah. sampai kami menikah aku menjadi orang yang tidak bisa mengungkapkan apapun, bahkan kepada istriku sendiri, Diana yang tercinta"

    kembali Jack mengudarakan wajahnya dan melanjutkan cerita

"Diana, yang tercinta. ia selalu bertanya padaku, "adakah sesuatu yang ingin kau sampaikan?" begitulah ia setiap harinya. tapi, aku manusia batu ini selalu sulit mengatakan apapun di hadapannya, aku juga tidak terbiasa mengatakan apapun di hadapan orang lain. sejak kecil, aku si paling pendiam di keluarga, aku juga tidak pernah mengobrol baik itu dengan suadara atau pun orang tua ku"

"kau terlihat kesepian, Jack" Nancy menimpali sembari tersenyum ia melanjutkan "Diana pasti benar-benar sosok yang kau butuhkan. aku yakin perasaan cintamu tidak akan bisa terukur"

 mata Jack yang terlihat binar, tidak lagi mampu menampung air mata kerinduan. air mata itu, akhirnya luruh bersama kata-kata dari dalam hatinya yang tidak bisa lagi ia penjara. Jack berusaha sekuat tenaga bercerita sambil terisak

"saat kematian Diana, aku berada di sampingnya. ia berkata untuk terakhir kali...." kali ini Jack benar-benar tak kuasa menahan tangis, ia menghentikan ceritanya sejenak dan kembali melanjutkan ceritanya sembari menangis

"Diana bilang, "apakah aku tidak bisa menjadi telingamu, Jack? apakah aku tidak berhasil masuk ke dalam hatimu, Jack? apakah aku bukan orang yang kau inginkan, Jack?" mendengar ucapan itu benar-benar membuatku takut, Nancy, aku saat itu benar-benar takut kehilang Diana yang ku cintai, aku benar-benar cemas, aku khawatir! dan sejak saat itu aku bercerita tentang bagaimana aku merasa geli saat pertama kali mengenalnya, aku bercerita bahwa masakannya selalu asin, aku mengatakan bahwa ia selalu menyikut wajahku saat kita tidur, aku mengatakan bahwa aku menyukai wanginya, aku menyukai rambutnya yang kriting, aku menyukai luka di tubuhnya, aku menyukainya sangat" 

    tangis Jack semakin pilu, Nancy hanya bisa menyaksikan bagaimana suatu perasaan yang benar-benar murni, bagaimana suatu perasaan yang tidak bisa sama lagi. Diana takkan terganti.

"saat aku menyadari, bahwa Diana tidak bisa mendengarku lagi" terbata-bata, Jack melanjutkan ceritanya "aku mengatakan bahwa aku menyukainya berkali-kali dalam tangis!"

"aku menyukaimu, aku menyukaimu, aku menyukaimu, terus seperti itu. kepergian Diana benar-benar membuatku takut, aku takut kembali sendirian, aku takut tidak bisa berkata-kata" 

    Nancy yang mendengar hal itu, tanpa menyadari air matanya menetes, apa yang Jack rasakan adalah hal yang sama yang Nancy rasakan terhadap ayahnya. ia terlalu sibuk bekerja sampai ia lupa untuk mendengarkan guyonan ayahnya yang biasa menghiburnya sejak kecil

"Jack, aku mengerti perasaan itu. bolehkah aku memelukmu, Jack? aku ingin memeluk ayahku"

    Jack pun mempersilahkan Nancy untuk memeluknya dan menangis keras di pelukannya, dan kembali, Jack menangis dalam penyesalan bahwa ada banyak kata-kata yang ingin ia dengarkan pada Diana tercinta.


kata-kata tidak menunggu waktu untuk tersampaikan

kata-kata hanya perlu keberanian untuk diungkapkan

jangan biarkan kata-kata jadi tak berguna

saat orang yang kita cinta tak lagi mampu menggunakan telinga

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer