Perjalanan Buddha
Buddha berjalan seorang diri, dengan segala kewaspadaan dan indranya yang terjaga. Kakinya yang telanjang merasakan sensasi aneh, Ia mengira tidak sedang berada di Bumi karena yang diinjaknya bukan lagi tanah, melainkan plastik.
"Apakah plastik sudah menjadi pengganti unsur tanah di Bumi?" Pikir sang Buddha. Setelah perenungan cukup lama ia pun melanjutkan perjalananya mencari tempat untuk bertapa.
Dicarinya tempat yang sunyi sepi, di bibir pantai. Dilihatnya ramai, manusia-manusia berlarian, berteriak tertawa, telentang, duduk-duduk dihadapan ombak yang terdengar marah. Sang Buddha pun pergi.
Ia pergi ke kedalaman hutan. Terdengar bising, dilihatnya mesin-mesin bising itu sedang menebang pohon-pohon. Monyet-monyet berlarian, burung-burung terbang terbirit. Anak gajah berteriak melihat ibunya tergeletak. Bukan hanya gading, tapi juga nyawanya diambil. Sang Buddha pun Pergi.
Ia sampai di pegunungan, puncak. 5-8 tenda dilihatnya tengah berkemah. Mereka bercinta, memasak, bersenda gurau pada ketinggian. Gunung yang diinjak Buddha terasa mengerang, lalu terdengar suara "tolong! Tolong!" Buddha mencari asal suara itu dan ditemuinya seekor monyet "kau kenapa?" Tanya Buddha "aku tersedak, tolong aku" Buddha mengulurkan tanganya, mengurut pelan tengkuk si monyet dan keluar sesuatu yang membuatnya tersedak. Itu adalah putungan rokok. Setelah berhasil dikeluarkan monyet itu memakanya lagi "kenapa kau makan lagi?" Tanya Buddha keheranan "aku lapar, tidak ada makanan lagi. Manusia yang tinggal disini sudah menghabiskan semuanya dan sebagai gantinya mereka memberiku yang tadi ku makan" jawab si monyet. Buddha hanya diam merenungi apa yang ia saksikan selama perjalanan tadi, belum pernah ia alami hal semacam ini. "Bumi tidak ada lagi sunyi" kata Buddha. Sembari merapalkan doa wajahnya mendongak langit, Kakinya melangkah perlahan menaiki langit. Buddha meninggalkan bumi.
Langit yang tak lagi biru membawa Buddha menemui Isa, wajahnya cemas agak gelap, Isa memakai masker dan terbatuk-batuk "kau sakit?" Tanya Buddha "tidak" jawab Isa "lantas kenapa kau menggunakan masker?", "Polusi!" Jawab Isa, barulah terasa aroma kurang sehat di langit oleh Buddha. Ia kemudian menengok ke bawah, dilihatnya kota industri. Buddha kemudian mengajak Isa pergi ke tempat yang lebih tinggi.
Selama perjalanan Buddha menceritakan semua yang ia alami pada Isa. "Sekarang memang aneh" timpal Isa, "Thor tidak lagi membuat petir karena sibuk syuting, Dewa Laut Poseidon sedang sibuk-sibuknya membersihkan sampah di laut, bahkan Trisula miliknya sudah jadi semacam alat pengangkut sampah. tapi kau tahu apa yang lebih lucu?" Lanjut Isa "Dewa Siwa sang dewa pemusnah ia marah besar, karena tugasnya soal memusnahkan sudah diambil alih oleh manusia" Isa tertawa keras menggema langit.
Buddha merenung mencoba mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Buddha bertanya lagi "kemana Dewa dan Tuhan yang lain?" Wajah Isa menunjukkan raut serius dan menjawab pelan "mereka sudah lama pergi dari bumi" setelah menghentikan tawanya terlihat Isa sangat serius untuk pembicaraan kali ini. "Kau tahu zaman apa sekarang?" Tanya Buddha "sekarang adalah zaman dimana manusia mengatur kehendaknya sendiri" jawab Isa, dengan wajah sedih ia melanjutkan "hanya ketika terjadi bencana, manusia lebih berpikir Tuhan sedang marah ketimbang berpikir atas kerusakan yang mereka sebabkan sendiri selama ini" tutup Isa. Buddha dan Isa meninggalkan alam dunia.
Komentar
Posting Komentar